Sabtu, November 22, 2008

Kurang Gawean: Sebuah Pernyataan Sikap

Hey… wazap, Sob?!!

Sobat semua pasti dah pada denger mengenai berita yang santer kedengeran berkenaan dibuatnya dan dimuatnya komik tentang Nabi Muhammad S.A.W. di salah satu blog. Yang jadi masalah tu karena dalam komik (atawa karikatur) itu menjelek-jelekkan Nabi Muhammad S.A.W. dan ada kutipan-kutipan dari Ayat Suci Al-Quran yang ditafsirkan secara ngawur dan serampangan. Nggak tau apa maksudnya, yang jelas itu mendiskreditkan Umat Islam. Itu menginjak-injak kehormatan mereka dan Nabi yang mereka junjung. Biarpun aku bukan muslim, tapi aku tahu pasti menyakitkan mendapati Nabi dan Ayat Sucinya digunakan untuk posting blog ngawur kayak gitu.

Buat sesama blogger, mari dong kita buat blog yang bermutu dan migunani (walau aku juga sadar kalo konten blog-ku ming ra penting). Mari berkarya yang sehat, yang nggak menyakiti perasaan orang lain. Lewat posting ini pula aku meyampaikan pernyataan sikap tidak mendukung blog-blog semacam itu (dalam hal ini www.lapotuak.wordpress.com -gak perlu susah-susah nyoba mbukak, udah di tutup). Biarpun (misalnya) punya gambarnya pun gak bakal aku upload di blog! Kalo yang bikin blog emang ada maksud buat mengadu domba (entah kalangan apa dengan apa), lebih baek pergi ke Donggala di Sulawesi sana. Beli domba aja yang beneran buat diadu… kalo beruntung dombanya menang kan malah dapet duit. Daripada mem-posting kayak gitu… Kurang Gawean ae… selain nggak menguntungkan, malah jadi masalah kan?!!! Buat para pembaca blog, jangan men-cap semua blogger kayak gitu ya… jangan pula menyalahkan domain blog (dalam hal ini www.wordpress.com) coz mereka gak bisa memonitor satu per satu consumer-nya.

Finally, buat semuanya tetep jaga perdamaian ya… peace can change the world!

Komentar 1 By Adjie

YES BRO, AGREE WITH YOU!

SAJAKE SING NGGAWE KI CEN RA DONG OPO ARTINE URIP!WONG SING RUMONGSO BENER DEWE!WONG SING RA GELEM WERUH DONYA TENTREM, ATAWA UWONGE KI CEN BUTUH PENCERAHAN KANGGO MADANGI PIKIRANE SEKO WERNO CEMANI SING WES BANGET TAK KIRO!
BAYANGNO URIP NENG INDONESIA KI 15-18 TAHUN KEPUNGKUR, PAS INTERNET RUNG KOYO SAIKI, MICROSOFT LAGI UTHAK UTHIK NYOBO GAWE WINDOWS 95 SING TAMPILANE ALA KADARNYA. WEKTU IKU KEBEH UWONG PODO NGREGANI, SIJI LAN SIJINE, SING AREP MANGKAT JUMATAN YO TENANG, SING AREP MANGKAT MISA MINGGUAN YO AYEM, SING POSO PATI GENI YO TENTREM!ORA ONO NGELEK-ELEK SIJI LAN LIYANE! PODO KANGEN RA KARO SUASANA NGONO KUI!TENTREM, AYEM, RAK YO KEPENAK NEK NGONO KUI!

BTW, KI MUNG SAK DREMO URUN REMBUG!GETEL RASANE YEN ONO WONG SING RA SENENG KARO KATENTREMAN!

AYO PODO AKUR, AYO PODO GANDENGAN, PESENE ,BAH JOYO KARO PUTU-PUTUNE "OJO PODHO BENTROK!", PESEN IKU APEK UGO NGGO PORO SEDULURKU!

SALAM DANGDUT . . . . !

MBAH PRAM!

Mas Ipung: Sebuah Pembelajaran Lagi

Hai, Sob…

Sebaris kalimat yang menyatakan bahwa “belajar itu sepanjang hayat” kayaknya benar. Ada aja pelajaran baru yang aku dapat tiap hari. Mulai pelajaran yang sekecil biji beras ampe yang segede gajah. Dari hal-hal sepele ampe hal-hal yang krusial dalam hidup.

Hari ini yang jadi pelajaran hidup baru bagiku adalah: MENGHARGAI HIDUP. Bersyukur atas apa yang telah aku terima dalam hidup ini. Yang jadi gurunya hari ini adalah Mas Ipung (Mas Pur), pesuruh sekolahku. Sekilas mungkin tak ada yang spesial dari sosok seorang mas Ipung. Umur 35-an masih njomblo (Desember married), background pendidikan cuman SD, ngga hi-tech, buta teknologi, sedikit lemot/telmi, kumis dan jenggot tipis (sekilas malah kayak mafia Italia). Tapi kalau mau ditelisik lebih dalam, ada banyak ilmu dan pelajaran yang bisa aku petik darinya. Yang paling menonjol adalah mengenai kejujuran. Kalau diminta beli sesuatu oleh sekolah, uang kembalian 100 perak pun (kadang-kadang kembalian berupa permen) pasti dikembalikan dan kalau nggak pakai nota pasti berusaha untuk menjelaskan apa yang dibelinya sejelas-jelasnya. Pernah suatu ketika saat minuman (teh manis) untuk para guru sudah tersaji diatas meja, mas Ipung lari tergopoh-gopoh sambil membawa cendok. Dia menghampiri salah satu guru dan berkata: “nyuwun ngapunten saestu bu, gelasipun panjenengan wau dereng kula udak (aduk-red). Kula kesupen. Nyuwun ngapunten, bu”. Hanya masalah sekecil itu, Sob! Padahal buat kami itu sih nggak masalah.

Pelajaran yang lain adalah bagaimana menghargai hidup dan karunia-Nya. Kadang aku merasa kecil saat melihat mas Pur mengendarai sepeda jengki-nya. Sepeda butut yang begitu dibanggakannya. Biarpun udah sepeda tuwir, mas Ipung tetep keep in touch ama partner bepergiannya itu. Dipolesnya pake cat krom kalengan buat nutupin karat yang hampir menjalar di sekujur bodi. Sedangkan aku? Aku biar dah naik sepeda motor tetep aja gak puas dan pengen beli yang baru. Yang sesuai tuntutan jaman menurutku. Hape juga. Biar dah megang dua, aku masih juga terbersit buat beli yang Dual GSM On. Hmmm… mas Ipung ini nggak ada kaitannya ama malas dan nggak optimis. Kecil hati dan pesimis. Ini lebih menunjuk pada satu keadaan narimo. Pada satu hal yang berkaitan dengan skala prioritas. Mana yang lebih penting, itu yang didahulukan. Suatu prinsip yang satu kalipun nggak pernah aku lakuin dalam hidup ini…

Aku merasa bersalah selama ini kurang mensyukuri hidup. Kurang bisa menerima pandum yang emang telah digariskan untukku. Bangun pagi hari ini aku merasa jadi manusia baru. Yang nggak melulu berorientasi duniawi. Suck! Apa yang aku cari dan aku kejar selama ini ternyata keliru. Ada satu tujuan yang lebih utama namun sering aku kesampingkan: KEBAHAGIAAN. Yang salah satu cara terbaik untuk bisa menggapainya adalah dengan MENGHARGAI HIDUP!!! Keping-keping kebahagiaan itu tercecer di berbagai tempat, Sob. Dan dengan menghargai hidup, 50% diantaranya sudah ada dalam genggaman.

“Saat dunia membutakan matamu dengan silaunya, tutuplah kedua matamu dan lihatlah dirimu lebih dekat. Kau akan merasa dekil dan kerdil di hadapan-Nya bila kau tidak menghargai hidup yang telah dihembuskan-Nya untukmu.”
(Denaya Vincentia)

Kolibiri yang Kutemukan Kembali…

Sarang Damai, 21 November 2008; 20:37 WIB

Hmmm… Capeknya hari ini. Seharian di sekolah (walau sebenernya cuman ngajar dua jam saja sebetulnya). Pulang sekolah langsung disambung dengan latihan koor buat Misa Minggu Advent Pertama. Habis itu lanjut ndampingin anak-anak PD (Pengembangan Diri) Musik. Mainnya ga maksimal coz Bass-nya rusak. Aku utak-utik ama Pak Tato ampe jam 3 akhirnya jadi. Alhasil, demi nyoba si Bass, kami (aku, pak Tato, n beberapa murid) nge-jam beberapa lagu jadul jararadul pe jam 4. Setelah mandi (di kamar mandi guru), aku langsung cabut ngasih les gambar Vito pe jam 6. Dari situ nyambung ke Universitas Mercubuana Yogyakarta buat sedikit urusan trus pulang dan ngendon di depan PC nih…

Kemarin Senin, tanggal 17 November bokapnya Ferrer (temen SMA) meninggal. Aku dapat infonya hari Selasa dari Ismi (luvely li’l sista). Alhasil kamipun berangkat kesana bersama. Entah berapa tahun aku dan Ismi nggak ngobrol… hmmm 2 tahun lebih lah! Kami berpisah karena kesibukan kami masing-masing. Entah karena kuliah, part time job, atau mungkin karena ego kami masing-masing. Banyak cerita yang mengalir begitu saja saat kami meretas jalanan di atas dua roda… dari kisah nostalgia masa lalu, sampai rencana-rencana (lebih tepatnya fantasi pethuk) nyebahi akan masa depan kami masing-masing. Terus terang, ada suatu kebahagiaan unik saat aku berbincang dengan seorang Theresia Ismi. Rasanya waktu seharipun gak cukup kalo aku harus berbincang dengannya. Satu moment yang gak akan tergantikan saat melihat dia tersenyum, tertawa, mrengut, ngguyoni nyebahi, menggelayut manja, dll… brotherhood chemistry-nya kerasa banget…

Buat kamu, mik : keep on fire, my luvely li’l sista!!!

Sabtu, November 15, 2008

Redemption Song for Bertha

Sarang Damai, 9 November 2008; 19:42 WIB

Lagu “Redemption Song”-nya Bob Marley yang dibawakan akustikan oleh Chris Cornell Audioslave mengalun dengan pelan di ruanganku ini. Menemaniku aku dalam kesedihanku. Lagu ini adalah lagu favorit Bertha. Tidak tahu kenapa, tiap kali aku putar lagu ini, dimanapun Bertha berada, asal dia masih bisa mendengarnya, dia akan segera menuju ke kamarku. Duduk maupun tiduran hingga terlelap.

Kali ini aku sedang memutarnya. Tapi ada yang berbeda malam ini. Walaupun Bertha mendengarnya, dia tak bisa menemaniku lagi. Walaupun dia hadir di sisiku malam ini, aku tak bisa melihatnya, aku tak bisa membelainya. Ya, Bertha telah meninggalkanku. Dia meninggal tadi siang…

Seperti halnya Marshanda 8 bulan silam, Bertha juga meregang nyawa di jalanan. Terbunuh pula dengan menyakitkan. Bertha maupun Marshanda (Gentho juga iya), bagi keluargaku tidak hanya sekedar anjing. Bagi kami mereka adalah anggota keluarga. Kehadirannya membawa kebahagiaan dan keceriaan, kehilangan mereka juga menghadirkan kesedihan, terutama bagiku. Bertha adalah anjing yang baik. Yang tidak rakus. Tidak mau mencuri biarpun ada kesempatan. Dia adalah sahabat berburu yang dapat diandalkan. Saat ini, dia sedang seneng-senengnya diajak pergi-pergi naik motor. Menu makan yang paling digemarinya untuk minggu ini adalah Bakpia dan sarden kalengan. Itu di dapur masih ada 3 kaleng yang belum sempat di buka untuknya.

Aku masih menyimpan dendam pada si pembunuh Marshanda. Kini ditambah lagi Bertha terbunuh dengan modus yang sama. Mereka diracun dengan timex (racun babi). Ya, para pelakunya adalah para pencuri anjing (they are the pieces of shit!!!). Sindikat yang aku kenal adalah Sindikat Tissue Merah (yang selalu membungkus umpan mereka dengan tissue merah). Kejadian tadi siang berbeda. Umpannya dibungkus koran. Mereka pasti menebar umpan-umpan itu semalam. Tujuan yang paling logis adalah motif ekonomi (atau mungkin untuk pesta sengsu-nan sambil nenggak minuman). Yang jelas, aku berdoa semoga suatu saat aku nge-gap mereka saat beraksi. Aku ingin melatih bakat assassin killing-ku, sekaligus menuntaskan dendam. Riflescope Norconia 4x32-ku pasti bisa diandalkan untuk aksi diam-diam berjarak 35 meter. Dengan senapan angin pompa 12 kali dan peluru sharp point baja, menembus tengkorak manusia pun mudah saja. Tapi aku tak ingin membunuh (kalau ku lakukan, lalu apa bedanya aku dengan mereka?), aku hanya ingin membuat mereka tidak dapat mengulangi perbuatannya lagi. Satu kali tembakan di lutut atau paha kanan akan menuntaskan karir kriminal mereka.

Buat Bertha: I’ll miss u so much, ta!!! Seperti lagu Redemption Song yang menjadi song of freedom bagi Marley, aku juga pengen kamu damai disana. Take care, my beloved ones!!!

Selasa, November 04, 2008

Ayu n Adi : The Romantic Rhapsody

Cerita itu berlanjut…

Di awal-awal aku merintis blog ini, aku pernah mem-posting tulisan yang berjudul “Ayu n Adi: The Tragic Rhapsody”. Isinya hal ihwal putusnya Adi dan Ayu. Untuk lebih jelasnya, baca sendiri ya!

Sepertinya cerita mereka berlanjut. Tapi tidak seperti sinetron-sinetron kampring yang tiap sore nongol di stasiun TV kita dengan bekgron cerita yang menye-menye mulu, kisah Ayu dan Adi ini berlanjut manis, semanis rambutan kalengan Thailand!

Singkatnya… hubungan mereka berlanjut! Malah satu langkah lebih jauh ke depan. Hari Senin, tanggal 27 Oktober 2008 kemaren, Adi ngelamar (nembung) Ayu!!! Wawawa....


Dan aku harap hubungan mereka akan senantiasa berlanjut manis. Tidak hanya semanis susu Boyolali (yang berubah jadi masam kayak yoghurt tapi mendemi bila terkena udara luar selama seminggu), tetapi semanis madu Sumbawa yang manisnya everlasting!

Mari Sobat kita semua doakan mereka berdua. Hingga kisah mereka akan senantiasa evergreen seperti lagu-lagunya ABBA, Bee Gees, Jose Mari Chan, Louis Armstrong, dsb...


Buat Ayu dan Adi : Selamat!!!

Isto dan Katrin (Cerita buat Ada Dech...)

Isto dan Katrin tersenyum simpul saat mereka memutuskan untuk ikut lomba 17-an di kampung Pakualaman. Lomba di kampung itu unik, karena semua cabang yang dilombakan pesertanya adalah berpasang-pasangan. Mulai dari lomba bakiak berpasangan, badminton ganda campuran, lari kelereng estafet berpasangan, hingga lomba joget jeruk berpasangan.


”Kita harus kompak ya, Is”, kata Katrin.


”Tentu”, jawab Isto bersemangat.


Akhirnya lomba pertama dilaksanakan. Ya, lomba bakiak berpasangan. Ada 6 pasang peserta yang ikut: Mondo dan Lisa; Pardi dan Asti; Tejo dan Dinda; Burhan dan Yani; Andi dan Weni; serta Isto dan Katrin.


”Semua peserta sudah siap dengan bakiak dan pasangannya masing-masing?!”, teriak panitia lewat pengeras suara.


”Siaaaaaap..........!!!”, jawab para peserta bersemangat.


Priiiiiiiiiiiitttt!!!!!, peluit tanda dimulainya lomba membahana.


Mondo dan Lisa langsung melesat dengan berlari, semntara Pardi, Tejo, Burhan, Andi dan pasangan mereka masing-masing melaju selangkah demi selangkah


Lho, mana Isto dan Katrin?


Belum genap selangkah mereka berjalan, mereka sudah jatuh terduduk.


”Kamu gimana to, Kat? Kok kaki kanan dulu. Mbok kaki kirinya dulu!”, sergah Isto.


”Lha, katamu kamu mau mengikuti langkahku dengan kaki kanan melangkah terlebih dahulu”, jawab Katrin.


”Iya... tapi itu untuk lomba bakiak tahun depan. Tahun ini kita pakai langkah kita masing-masing dulu”.

”Aku merasa bahwa langkah kaki kiriku lebih kuat; pasti bisa untuk memenangkan lomba kali ini”, imbuh Isto.


”Tapi...”, Katrin mencoba menyanggah.


”Ah... nggak usah tapi-tapian. Yang jelas lomba kali ini kita pakai langkah kita masing-masing!!!”, Isto menimpali.


Mereka mencoba bangkit dan melangkah kembali. Akan tetapi mereka kembali jatuh terduduk. Mereka saling pandang. Ada aura kemarahan pada diri mereka masing-masing. Sebelum perdebatan mereka pecah, terdengarlah bunyi pekik sorak.


”Hore.... kita menang!!!”, pekik Mondo dan Lisa yang telah menyentuh garis finish.


Semua mata yang hadir pada lomba 17-an pagi itu tertuju pada Isto dan Katrin yang tak juga beranjak dari posisi start mereka.


Ada yang tertunduk sedih, menertawakan, mencibir, mencemooh...

Dinda dan Tejo yang finish di urutan ke 3 datang menghampiri mereka.


”Hmmm... jangan menyerah, Kat. Semoga tahun depan kalian bisa menyamakan langkah”, ucap Tejo.


”Ya... semoga”, jawab Katrin lirih.

Tulisan Yang Begitu Saja Mengalir

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

blogger templates 3 columns | Make Money Online